PENEMBAKAN DI SOLO
Kasus penembakan Solo diduga berhubungan dengan kejahatan teroris. Pelaku penembakan, yang memiliki mobilitas tinggi, bisa memanfaatkan situasi, dan perbuatannya menimbulkan keresahan di masyarakat, diduga adalah jaringan teroris.
"Tindakan itu mengarah pada teror, bukan kejahatan konvensional," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, di Jakarta, Jumat (31/8/2012). Selama ini jaringan teroris juga menargetkan polisi sebagai sasaran aksinya.
Kamis malam, dua orang tidak dikenal mendatangi pos polisi di dekat Plaza Singosaren, Kecamatan Serengan, Solo. Pelaku menembak Brigadir Kepala Dwi Data Subekti yang bertugas di pos itu. Dwi Data tewas dengan empat luka tembakan di dada dan di lengan (Kompas, 31/8). Jenazah Dwi Data hari Jumat dimakamkan di Pemakaman Astana Temu Ireng di Kabupaten Karanganyar, Jateng.
Penembakan terhadap Dwi Data merupakan teror ketiga yang diterima polisi di Solo selama Agustus 2012. Pada 17 Agustus, Brigadir Kepala Endro dan Brigadir Kukuh yang bertugas di pos pengamanan Lebaran di Gemlegan, Serengan, Solo, ditembak. Pada 18 Agustus, pos pengamanan Lebaran di Gladak, Solo, dilempar granat (Kompas, 18-23/8).
Menurut Boy, Polri terus menyelidiki penembakan dan teror di Solo itu. "Selongsong peluru diketahui. Jenis senjata api juga sudah diketahui," katanya. Sepeda motor yang digunakan pelaku juga sudah teridentifikasi.
"Kami terus bergerak dan belum dapat menyimpulkan keterkaitan ketiga kasus itu," kata Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Didiek S Triwidodo ketika berkunjung ke rumah almarhum Dwi Data di Jaten, Karanganyar.
ADA HUBUNGAN DENGAN PILKADA DKI?
Sosiolog Universitas Sebelas Maret Surakarta, Drajat Tri Kartono, berpendapat peristiwa penembakan pos polisi di pusat perbelanjaan Singosaren pada Kamis, 30 Agustus 2012 bukan peristiwa kriminal biasa. "Ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar tindakan kriminal," kata Drajat di Surakarta, Jumat, 31 Agustus 2012.
Menurut Drajat, peristiwa penembakan berkaitan dengan tiga hal. Pertama, soal majunya Wali Kota Surakarta Joko Widodo sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Kedua, unsur tindak pidana terorisme. Ketiga, sebagai tindakan balas dendam kepada polisi. "Karena polisi sudah menangkap preman kelas kakap seperti John Kei," Drajat berujar.
Dia mengaku heran dengan kinerja kepolisian yang lambat. Terbukti hingga kini poliai belum bisa mengungkap peristiwa teror yang terjadi di Solo. Mulai penembakan pos pengamanan Lebaran pada 17 Agustus 2012 di Gemblegan, kemudian pelemparan granat di pos pengamanan Lebaran Gladag pada 18 Agustus 2012, dan terakhir penembakan di pos polisi Singosaren pada 30 Agustus 2012.
"Padahal peristiwanya berdekatan. Kok, sampai hari ini belum bisa mengungkap kasusnya," katanya. Dia berharap polisi bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk mengungkap kasus-kasus di atas.
DITEMBAK
Detasemen Khusus 88 Antiteror menembak dua orang yang diduga terlibat dalam kasus penembakan Pos Polisi Mall Singosaren, Serengan, Solo, Jawa Tengah. Penyergapan itu diwarnai kontak senjata hingga menyebabkan dua pelaku dan seorang anggota Densus 88 tewas.
Penembakan oleh pasukan elite tersebut dilakukan pada Jumat (31/8/2012) sekitar pukul 21.00. Saat itu kedua terduga teroris sedang mengendarai motor dari arah timur ke barat di Jalan Veteran 1, Kelurahan Tipes.
Saat tiba di sebelah selatan Lotte Mart, kedua terduga lantas dipepet oleh mobil yang dikendarai oleh rombongan Densus 88. Saat akan ditangkap, kedua terduga teroris itu melakukan perlawanan. Kedua belah pihak akhirnya terlibat baku tembak di depan warung makan Pak Slamet.
"Suara letusan terdengar beruntun. Banyak sekali, mungkin ada belasan kali. Warga sekitar ketakutan," kata seorang warga sekitar yang tak mau menyebutkan namanya, Jumat malam.
Tembakan Densus mengenai pelaku hingga keduanya tersungkur di tepi jalan. Di bekas lokasi terlihat darah berceceran dan pecahan kaca helm. Dua terduga teroris dikabarkan tewas dan satu anggota Densus 88 bernama Bripda Suherman juga tewas tertembak. Satu orang pelaku diketahui bernama Farhan.
Saksi mata bernama Suryadi mengatakan, kondisi korban tewas itu sangat mengerikan. Pelaku mengalami luka parah di bagian kepala. Adapun Suherman tertembak di bagian dada.
Jenazah kedua terduga teroris itu langsung diangkut menggunakan mobil ke arah barat. Proses pengangkutan itu berlangsung sangat cepat. Warga sekitar termasuk para pedagang langsung diminta pergi.
"Semua diminta pergi. Dua orang pedagang yang ada di sekitar lokasi penembakan, yakni Slamet dan istrinya, dibawa polisi. Sepertinya mau dijadikan saksi karena melihat penembakan," kata Suryadi.
Polisi langsung mensterilkan lokasi. Garis polisi dipasang dari pertigaan Lotte Mart ke barat hingga sejauh sekitar 200 meter. Di sekitar lokasi dijaga ketat oleh polisi bersenjata lengkap. Warga yang mencoba mendekat ke lokasi diminta pergi. Di lokasi kejadian, tim laboratorium forensik terlihat mencari selongsong peluru. Bercak darah yang berceceran di jalan juga dibersihkan. Polisi juga menyita senjata api yang digunakan pelaku.
Pos Polisi yang diserang |
Kasus penembakan Solo diduga berhubungan dengan kejahatan teroris. Pelaku penembakan, yang memiliki mobilitas tinggi, bisa memanfaatkan situasi, dan perbuatannya menimbulkan keresahan di masyarakat, diduga adalah jaringan teroris.
"Tindakan itu mengarah pada teror, bukan kejahatan konvensional," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, di Jakarta, Jumat (31/8/2012). Selama ini jaringan teroris juga menargetkan polisi sebagai sasaran aksinya.
Kamis malam, dua orang tidak dikenal mendatangi pos polisi di dekat Plaza Singosaren, Kecamatan Serengan, Solo. Pelaku menembak Brigadir Kepala Dwi Data Subekti yang bertugas di pos itu. Dwi Data tewas dengan empat luka tembakan di dada dan di lengan (Kompas, 31/8). Jenazah Dwi Data hari Jumat dimakamkan di Pemakaman Astana Temu Ireng di Kabupaten Karanganyar, Jateng.
Foto korban Polisi yang ditembak |
Penembakan terhadap Dwi Data merupakan teror ketiga yang diterima polisi di Solo selama Agustus 2012. Pada 17 Agustus, Brigadir Kepala Endro dan Brigadir Kukuh yang bertugas di pos pengamanan Lebaran di Gemlegan, Serengan, Solo, ditembak. Pada 18 Agustus, pos pengamanan Lebaran di Gladak, Solo, dilempar granat (Kompas, 18-23/8).
Menurut Boy, Polri terus menyelidiki penembakan dan teror di Solo itu. "Selongsong peluru diketahui. Jenis senjata api juga sudah diketahui," katanya. Sepeda motor yang digunakan pelaku juga sudah teridentifikasi.
"Kami terus bergerak dan belum dapat menyimpulkan keterkaitan ketiga kasus itu," kata Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Didiek S Triwidodo ketika berkunjung ke rumah almarhum Dwi Data di Jaten, Karanganyar.
ADA HUBUNGAN DENGAN PILKADA DKI?
Sosiolog Universitas Sebelas Maret Surakarta, Drajat Tri Kartono, berpendapat peristiwa penembakan pos polisi di pusat perbelanjaan Singosaren pada Kamis, 30 Agustus 2012 bukan peristiwa kriminal biasa. "Ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar tindakan kriminal," kata Drajat di Surakarta, Jumat, 31 Agustus 2012.
Menurut Drajat, peristiwa penembakan berkaitan dengan tiga hal. Pertama, soal majunya Wali Kota Surakarta Joko Widodo sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Kedua, unsur tindak pidana terorisme. Ketiga, sebagai tindakan balas dendam kepada polisi. "Karena polisi sudah menangkap preman kelas kakap seperti John Kei," Drajat berujar.
Dia mengaku heran dengan kinerja kepolisian yang lambat. Terbukti hingga kini poliai belum bisa mengungkap peristiwa teror yang terjadi di Solo. Mulai penembakan pos pengamanan Lebaran pada 17 Agustus 2012 di Gemblegan, kemudian pelemparan granat di pos pengamanan Lebaran Gladag pada 18 Agustus 2012, dan terakhir penembakan di pos polisi Singosaren pada 30 Agustus 2012.
"Padahal peristiwanya berdekatan. Kok, sampai hari ini belum bisa mengungkap kasusnya," katanya. Dia berharap polisi bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk mengungkap kasus-kasus di atas.
DITEMBAK
Detasemen Khusus 88 Antiteror menembak dua orang yang diduga terlibat dalam kasus penembakan Pos Polisi Mall Singosaren, Serengan, Solo, Jawa Tengah. Penyergapan itu diwarnai kontak senjata hingga menyebabkan dua pelaku dan seorang anggota Densus 88 tewas.
Penembakan oleh pasukan elite tersebut dilakukan pada Jumat (31/8/2012) sekitar pukul 21.00. Saat itu kedua terduga teroris sedang mengendarai motor dari arah timur ke barat di Jalan Veteran 1, Kelurahan Tipes.
Saat tiba di sebelah selatan Lotte Mart, kedua terduga lantas dipepet oleh mobil yang dikendarai oleh rombongan Densus 88. Saat akan ditangkap, kedua terduga teroris itu melakukan perlawanan. Kedua belah pihak akhirnya terlibat baku tembak di depan warung makan Pak Slamet.
"Suara letusan terdengar beruntun. Banyak sekali, mungkin ada belasan kali. Warga sekitar ketakutan," kata seorang warga sekitar yang tak mau menyebutkan namanya, Jumat malam.
Tembakan Densus mengenai pelaku hingga keduanya tersungkur di tepi jalan. Di bekas lokasi terlihat darah berceceran dan pecahan kaca helm. Dua terduga teroris dikabarkan tewas dan satu anggota Densus 88 bernama Bripda Suherman juga tewas tertembak. Satu orang pelaku diketahui bernama Farhan.
Saksi mata bernama Suryadi mengatakan, kondisi korban tewas itu sangat mengerikan. Pelaku mengalami luka parah di bagian kepala. Adapun Suherman tertembak di bagian dada.
Jenazah kedua terduga teroris itu langsung diangkut menggunakan mobil ke arah barat. Proses pengangkutan itu berlangsung sangat cepat. Warga sekitar termasuk para pedagang langsung diminta pergi.
"Semua diminta pergi. Dua orang pedagang yang ada di sekitar lokasi penembakan, yakni Slamet dan istrinya, dibawa polisi. Sepertinya mau dijadikan saksi karena melihat penembakan," kata Suryadi.
Polisi langsung mensterilkan lokasi. Garis polisi dipasang dari pertigaan Lotte Mart ke barat hingga sejauh sekitar 200 meter. Di sekitar lokasi dijaga ketat oleh polisi bersenjata lengkap. Warga yang mencoba mendekat ke lokasi diminta pergi. Di lokasi kejadian, tim laboratorium forensik terlihat mencari selongsong peluru. Bercak darah yang berceceran di jalan juga dibersihkan. Polisi juga menyita senjata api yang digunakan pelaku.